Mendiskusikan Profil Mantan Wakil Presiden Umar Wirahadikusumah

Arch Hotel Bogor, Rabu pagi, 29 Juni 2022, tidak seperti biasanya. Ada kegiatan di hotel tersebut, yaitu membedah profil Wakil Presiden RI ke-4, almarhum Jenderal TNI (Purn) Umar Wirahadikusumah.
Acara ini diselenggarakan oleh Museum Kepresidenan RI Balai Kirti. Kita ketahui, bahwa museum ini sebagai Unit Pelaksana Teknis dari Direktorat Jenderal Kebudayaan di bidang permuseuman yang diresmikan pada 18 Oktober 2014. 

Museum Kepresiden RI Balai Kirti berlokasi di kawasan Istana Kepresidenan Bogor, keberadaannya bertujuan sebagai rujukan sejarah mengenai kisah kemashuran para pemimpin bangsa Indonesia, serta menjadi sarana edukasi dan inspirasi bagi generasi muda Tanah Air.

Pemilihan kawasan Istana Kepresidenan Bogor sebagai lokasi berdirinya Museum Kepresidenan RI Balai Kirti memiliki alasan tersendiri. Selama ini Istana Bogor telah menjadi saksi sejarah dari berlangsungnya berbagai kegiatan para Presiden Republik Indonesia, juga berbagai acara kenegaraan sejak dari masa-masa awal kemerdekaan sampai dewasa ini. Kompleks Istana Kepresidenan Bogor merupakan bagian penting dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia.

Di sisi lain, sejak masa kepemimpinan Presiden RI pertama sampai dengan Presiden RI keenam telah banyak kegiatan dan peristiwa bersejarah yang terjadi dalam kompleks ini sebagai bagian dari tonggak tonggak perjalanan sejarah bangsa. Kegiatan dan peristiwa bersejarah tersebut telah meninggalkan jejak-jejak dalam bentuk benda bersejarah berupa foto, buku, lukisan, benda seni, catatan dan lainnya.

Salah satu dari sekian banyak jejak peninggalan dari Presiden Republik Indonesia yang masih tersimpan di Istana Kepresidenan Bogor adalah buku-buku bacaan milik Bung Karno saat menjabat sebagai kepala negara yang jumlahnya cukup banyak. Buku-buku tersebut terdiri dari berbagai bahasa seperti Indonesia, Inggris, Belanda, serta beragam jenis mulai dari politik, hukum, agama, sosial, dan sejarah. Saat ini, buku-buku tersebut disimpan di Perpustakaan Kepresidenan Museum Kepresidenan RI Balai Kirti Bogor. Kondisinya pun dalam kondisi terawat dengan baik.

“Buku adalah jendela dunia”, peribahasa tersebut bermakna buku sebagai sumber pengetahuan yang bisa mencerdaskan sesorang. Dengan membaca buku kita dapat menjawab semua pertanyaan yang ada di sekitar kita. Begitu pula dengan Bung Karno. Seperti yang kita ketahui, Bung Karno merupakan seorang pemimpin yang revolusioner. 

Pemimpin yang revolusioner sudah tentu banyak menyerap pengetahuan dengan membaca buku, begitu pula dengan Bung Karno yang sejak mudanya banyak membaca berbagai macam buku. Dengan kegemarannya tersebut, pemikiran Bung Karno yang bersumber dari bacaan-bacaan buku menjadikan ia sebagai seorang pemimpin besar dan juga sebagai penyambung lidah rakyat.

Di acara ini saya didaulat sebagai pembicara yang dihadiri juga oleh putri kedua almarhum Umar Wirahadikusumah, Rina Ariani secara on line.  Almarhum Wakil Presiden RI ke-4 ini hanya memiliki dua anak perempuan, yaitu Nila Shanti dan Rina Ariani. 

Saya mengawali pembicaraan dengan memperkenalkan siapa Jenderal TNI H. Umar Wirahadikusumah. Ia adalah Wakil Presiden Indonesia keempat yang menjabat antara 1983 dan 1988 dan menjadi wakil presiden pertama yang berasal dari suku Sunda. Saya tambahkan, juga wakil presiden pertama berasal dari militer.

Sebelumnya, saya menjabarkan beberapa wakil presiden sebelum Jenderal Umar Wirahadikusumah, kesemuanya berasal dari sipil.

 1. Wakil Presiden I (1945-1956) – Drs. Mohammad Hatta. Lahir di
Bukittinggi, Sumatera Barat.

2. Wakil Presiden II (1973-1978) – Sri Sultan Hamengkubuwana IX. Lahir di Yogyakarta, Jumat, 12 April 1912

3. Wakil Presiden III (1978-1983) – H. Adam Malik.  Lahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara, Kamis, 22 Juli 1917

4.  Wakil Presiden IV (1983-1988) – Jenderal (Purn) Umar Wirahadikusumah. Lahir di  Situraja, Sumedang, Jawa Barat, 10 Oktober 1924.

Umar Wirahadikusumah adalah juga Pangdam Jaya pertama. Inilah urutan yang pernah jadi Pangdam Jaya :

1. Mayor Jenderal TNI Umar Wirahadikusumah (1960-1965).

2. Mayor Jenderal TNI Amir Machmud (1965-1969).

3. Mayor Jenderal TNI Makmun Murod (1969-1970).

4. Mayor Jenderal TNI Poniman (1970-1973).

5. Mayor Jenderal TNI Gustaf Hendrik Mantik (1973-1977).

TIdak lupa juga saya menjelaskan kedekatan antara Mayjend Soeharto dan Mayjend Umar Wirahadikusumah di masa itu,  di mana Mayjen Soeharto pernah menjabat Panglima Kostrad, sebuah  jabatan tertinggi Komando Strategis Angkatan Darat atau Kostrad. Kostrad berada di bawah Kepala Staf Angkatan Darat untuk pelatihan, personel, dan administrasi. Juga setelah itu dijabat Mayjend Umar Wirahadikusumah.

Begitu pula, menurut berbagai sumber,  Umar Wirahadikusumah pernah menjadi Pejabat (Ps) Pangdam V/Jaya-I (1960) sampai menjadi Pangdam V/Jaya-1 (1961-l965) dengan pangkat kolonel, kemudian Brigjen. Pada saat menjabat Pangdam V/Jaya ini, ia ikut menumpas G-30-S/PKI. 

Selain penumpasan G-30-S/PKI,  Umar Wirahadikusumah  juga banyak terlibat dalam operasi militer, mulai dari perlucutan senjata Jepang di Cicalengka/Tasikmalaya (l945), Kerusuhan "Merah" di daerah Cirebon, Breber dan Tegal (1946-1947), Clash I (1947-l948), dan Wehr Kreise II/Daerah Gerilya III Kuningan Barat sebagai Komandan Batalyon I Brigade Cirebon (1947 -l948). 

Umar Wirahadikusumah pernah Ikut pula dalam operasi penghancuran pasukan Sutan Akbar Ciniru/Kuningan (1947), penumpasan Peristiwa Madiun sebagai Komandan Batalyon IV dengan pangkat mayor (l948-l950), Clash II sebagal Komandan Ko Troepen Long Mars Solo-Tasikmalaya Barat-Clamis Utara (1948-1950), penumpasan Darul Islam (Dl) Jawa Barat (1950-1952), dan penumpasan PRRI di Tapanuli (1958).

Kehandalan Umar Wirahadikusunah  mendukung Panglima Kostrad Mayjen Soeharto menumpas PKI, ia pun dipercaya menjabat Panglima Komando Strategi Tjadangan Angkatan Darat (Pangkostrad) (1965-l967) menggantikan Mayjen Soeharto sendiri. Beberapa bulan kemudian diangkat menjadi Pangkolaga (1966). Lalu menjadi Wakil Panglima Angkatan Darat (Wapangad) (1967-1969).

Karir militer Umar Wirahadikusumah berpuncak sebagai Kepala Staf AD (Desember 1969-AprII1973). Setelah itu, ia menjabat Ketua Badan Pengawas Keuangan (BPK) selama 10 tahun (1973-l983). Kemudian ia terpilih menjabat Wakil Presiden RI (1983-1988) mendampingi Presiden Soeharto. 
Umar seorang prajurit pejuang yang taat beragama. Ia selalu tertib melakukan shalat liwa waktu. Ketika menjabat wakil presiden, pada setiap bulan Ramadhan, dia selalu mengadakan shalat tarawih di Istana Wakil Presiden. Ia juga orang yang tidak suka kemewahan dan berfoya-foya. Ia orang yang sederhana. 

Mantan Wakil Presiden RI ke-4 (1983-1988) Umar Wirahadikusumah menghembuskan napas terakhir, sekitar pukul 07.53 WIB, Jumat 21 Maret 2003 di Rumah Sakit Pusat TNI-AD Gatot Subroto, Jakarta Pusat, setelah sempat mendapat perawatan intensif selama dua pekan. Ia seorang putera terbaik bangsa yang jujur, rendah hati, taat pada aturan main dan lebih banyak bekerja daripada berbicara. Mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan ini juga dinilai relatif bersih dari KKN. Ia juga orang yang legowo, tidak ambisius, menerima apa adanya.

Mantan Pangkostrad kelahiran Situraja, Sumedang, Jawa Barat 10 Oktober 1924, yang wafat pada usia 79 tahun, ini meninggalkan seorang istri, Ny Karlinah Djaja Atmadja, yang dinikahinya 2 Februari 1957, dan dua orang anak, Rini Ariani dan Nila Shanti, serta enam orang cucu. 

Umar Wirahadikusumah dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat petang, pukul 16.00, dengan upacara militer yang dipimpin mantan Wapres Jenderal (Purn) Try Sutrisno dan komandan upacara Kolonel Tisna Komara (Asisten Intelijen Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat/Kostrad). 

Umar Wirahadikusumah sebelum  meninggal dunia, menderita penyakit jantung selama 13 tahun dan telah menjalani operasi by pass jantung tahun 1989 di Herz Und Diabetes Zentrum di Badoeyhausen, Jerman. Setelah operasi jantung tersebut, kesehatan almarhum cukup baik, bahkan tetap bisa berolahraga golf. Namun sejak September 2002, jantung mantan Pangdam V Jakarta Raya (1960-1966) ini kembali mengalami gangguan dan harus menjalani perawatan lagi di Jerman. Sepulang dari perawatan di Jerman, ia terus menjalani home care karena daya pompa jantungnya telah sangat melemah dan adanya bendungan pada paru sehingga mengakibatkan sesak napas. 

Sejak 5 Maret 2003, ia dirawat di paviliun Kartika RSPAD, sejak 8 Maret 2003, mendapat perawatan di ruang ICU, hingga akhirnya wafat. Setelah dimandikan di rumah duka RSPAD, sekitar pukul 12.00 WIB, jenazahnya diusung ke Mesjid Istiqlal untuk disembahyangkan. 

Kemudian, tepat pukul 13.00, tiba di rumah kediaman Jl Teuku Umar No.61, Jakarta Pusat untuk disemayamkan. Beberapa tokoh melawat di antaranya mantan Presiden Soeharto, Presiden Megawati Soekarnoputri, Wapres Hamzah Haz, mantan Presiden ke-3 RI BJ Habibie, Mantan Wakil Presiden (Wapres) Sudharmono, Menko Kesra Jusuf Kalla, KSAD Jenderal Ryamizard Ryacudu, KSAL Laksamana Bernard Kent Sondakh, Kepala Polri Jenderal (Pol) Dai Bachtiar, Pangkostrad Letjen Bibit Waluyo, Pangdam Jaya Mayjen Djoko Santoso, dan Kepala BIN Hendropriyono. Upacara pelepasan jenazah di rumah duka dipimpin oleh KSAD Jenderal Ryamizard Ryacudu dengan komandan upacara Kolonel M Nizam (Asisten Perencanaan Kostrad). 

Umar Wirahadikusumah menerima beberapa penghargaan (bintang jasa).  Ia dikenal sebagai sosok pejabat yang lebih banyak bekerja daripada bicara. Ia juga seorang yang sangat taat pada aturan. Ia tidak suka melihat staf atau pejabat lain yang tidak menaati peraturan. Ia juga orang yang rendah hati dan tak mau menonjol-nonjolkan diri. Ia bukan orang yang menghalalkan segala cara untuk meraih sesuatu atau jabatan.
Setelah acara diskusi ditutup, saya menerima cindera mata dari Kepala Museum Dra. Dewi Murwaningrum, M.Hum yang juga adalah teman saya semasa kuliah di S2 Pasca Sarjana Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Reuni Bersama Wartawan Pelita dan Sripo

PARA WARTAWAN YANG SAYA KENAL